Rabu, 07 Januari 2015

MERENDA HARI ESOK

 Kala pertama jemari ini menari diatas tuts, ingin kucurahkan segala rasa yang terpendam dalam lubuk sanubari , menuangkan segala hasrat tuk melegakan jiwa yang dahaga ini. Nyanyian kesedihan telah meretas segala harapan yang terlanjur terbentang diawan-awan, seolah tak seorangpun yang akan bisa menolong. Hari demi hari terlalui dengan kepasrahan yang mendalam, nyanyian kesedihan seolah selalu berdendang tiada habisnya, seolah dia tidak tahu bahwa telinga ini telah memerah mendengarkannya. Siapakah gerangan yang bisa melepaskan nyanyian kesedihan ini ? Tanya dan harap hampir tiada bedanya karena tiada yang bisa menjawabnya selain hanya memberikan jawaban yang mengambang dilautan yang luas yang tidak tahu kapan akan sampai kepantai harapan.
Ketika mereka bernyanyi, menari dan berceloteh penuh kegembiraan dan kebahagian terbersit di dada ,kapan raga yang lemah ini juga ikut bersama mereka, mendendangkan lagu yang sama , menari den gan gerakan yang sama dan berceloteh dengan riang gembira. Tetapi hasrat untuk  semua itu belum saatnya untuk dilakukan. Raga yang tidak berdaya ini menunggu desiran angin yang lembut, untuk menghalau mendung di atas awan . Menunggu bisikan halus dari petinggi institusi yang megah ini, menunggu runtuhnya dinding kesombongan, keangkuhan dan ketidak adilan. Dinding itu telah menutup mata hati dan jiwa yang lembut pada petinggi yang berkuasa. Mereka tidak perduli bahwa ada jiwa yang merana, ada jiwa yang tergolek tidak berdaya dan ada tangisan kesedihan yang tak kunjung kering, Tawa dan kegembiraan mereka terasa bagai pedang yang mengiris-iris, mencabik-cabik, dan mengkoyak-koyang segumpal hati yang memerah.
Bersama dengan perjalanan waktu yang tidak akan pernah berhenti, jiwa ini mencoba tuk memaklumi keadaan , mencoba menerima segala nuansa apapun yang ada dihadapan mata. Jiwa ini merasa yakin dan benar-benar yakin bahwa SANG KHALIK tidak akan pernah membiarkan ketidak adilan melanglang buana menghancurkan, meretaskan  jiwa ini. Kepasrahan dan kesabaran adalah alat dan kunci untuk membuka kesombongan, keangkuhan dan ketidak adilan yang diterima jiwa ini. Semoga dinding-dinding yang kokoh itu akan segera hancur dan lebur sehingga jiwa dan raga yang tiada berdaya ini bisa mengembangkan senyuman yang terindah sambil mendendangkan nyayian gembira , menari dengan riang dan berceloteh bersama dengan mereka yang terlebih dulu bergembira. AMIN YA ROBBAL ALLAMIN